JUAL BELI (BA’I)
Makalah
ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah PAI 3 yang di bimbing oleh Bpk.Drs.M.Khusnan
Disusun oleh:
1.
Fitria
2.
Nur
Muftikhatul Khasanah
3.
Vina
Fatimatu Zahro
4.
Wahyuning
Suwita
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN ( FITK )
UNIVERSITAS SAINS AL QUR’AN ( UNSIQ )
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Allah SWT telah menjadikan manusia masing-masing saling
membutuhkan satu sama lain, supaya mereka tolong menolong, tukar-menukar
keperluan dalam segala urusan kepentingan hidup masing-masing, baik dengan
jalan jual beli, sewa-menyewa, bercocok tanam, atau perusahaan yang lain, baik
dalam urusan kepentingan sendiri maupun untuk kemaslahatan.
Dengan
cara demikian kehidupan masyarakat menjadi teratur dan subur, pertalian yang
satu dengan yang lain pun menjadi teguh. Akan tetapi, sifat loba dan tamak
tetap ada pada manusia, suka mementingkan diri sendiri supaya hak masing-masing
jangan sampai tersia-sia, dan juga menjadi kemaslahatan umum agar pertukaran
dapat berjalan dengan lancar dan teratur. Oleh sebab itu, agama memberi
peraturan yang sebaik-baiknya karena denga teraturnya muamalat, maka
penghidupan manusia jadi terjamin pula dengan sebaik-baiknya. Sehingga perbantahan
dan dendam-mendendam tidak akan terjadi.
Bagian
dari muamalat yang sering kita lakukan, bahkan setiap hari kita lakukan adalah
jual-beli, baik jual-beli dengan jumlah kecil maupun dengan jumlah yang besar.
Agar tercapai jual-beli yang yang tidak menimbulkan pertentangan dan menjaga kemaslahatan orang yang sedang
berakad perlu diketahui syarat-syarat jual-beli, jual-beli yang diperbolehkan
dan yanng tidak diperbolehkan.
Oleh
karena itu disusunlah makalah ini dengan judul “Jual Beli (Bai’)” untung membahas
lebih jauh mengenai jual-beli.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian jual-beli ?
2.
Apa
saja rukun dan syarat jual beli ?
3.
Apa
saja macam-macam jual beli ?
4.
Apa
hukum jual beli ?
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Menurut etimologi, jual beli diartikan: pertukaran sesuatu dengan
sesuatu (yang lain). Kata lain dari al-bai’ adalah al-mubadalah (pertukaran)
dan at-tijarah (perdagangan).
Adapun jual beli menurut terminologi, para ulama berbeda pendapat
dalam mendefisikannya, antara lain:
Ø Menurut ulama’ Hanafiyah: Pertukaran harta (benda)
dengan harta berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan).
Ø Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’: Pertukaran harta
dengan harta untuk kepemilikan.
Ø Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mugni: Pertukaran
harta dengan harta, untuk saling menjadikan milik.
Landasan syara’
Jual beli disyariatkan berdasarkan Al-Qur’an, sunnah,
dan ijma’, yakni:
Ø Al-Qur’an
3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$#
“Padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba.”(Al Baqarah: 275)
Ø As-Sunnah
“Nabi saw ditanya
tentang mata pencaharian yang paling baik. Beliau menjawab, ‘seseorang bekerja
dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur.”(HR Bajjar) Maksud mabrur
dalam hadist diatas adalah jual beli yang terhindar dari usaha tipu menipu dan
merugikan orang lain.
“jual beli harus
dipastikan dan harus saling meridai.” (HR Baihaqi dan Ibnu majjah)
Ø Ijma’
Ulama’ telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan
bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang
lain. namun demikian, bantuan atau barang milik orang lainyang dibutuhkannya
itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai.
2.
Rukun
dan Syarat Jual Beli
1.
Penjual
dan pembeli
·
Berakal, agar dia tidak terkecoh. Orang yang gila atau bodoh
tidak sah jual belinya.
·
Dengan
kehendak sendiri (bukan
dipaksa atau suka sama suka).
·
Baligh
(berumur 15 tahun ke atas atau dewasa). Anak kecil
tidak sah jual belinya. Adapun anak-anak yang sudah mengerti tetapi belum
sampai umur dewasa, menurut sebagian ulama’, mereka diperbolehkan berjual beli
barang yang kecil-kecil; karena kalau tidak diperbolehkan tentu menjadi
kesulitan dan kesukaran, sedangkan agama islam sekali-kali tidak akan
menetapkan peraturan yang mendatangkan kesulitan kepada pemeluknya.
2.
Uang
dan benda yang dibeli
Syaratnya yaitu :
·
Suci,
barang najis tidak sah dijual dan tidak boleh dijadikan
uang untuk dibeli, seperti kulit binatang atau bangkai yang belum disamak.
·
Ada
manfaatnya. Tidak
boleh menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya.
·
Barang
itu dapat diserahkan. Tidak
sah menjual suatu barang yang tidak dapat diserahkan kepada pembeli, seperti
menjual ikan dalam laut.
·
Barang
tersebut merupakan kepunyaan si penjual, kepunyaan yang diwakilinya, atau yang
mengusahakan.
·
Barang
tersebut diketahui oleh si penjual dan si pembeli; zat, bentuk, kadar (ukuran) dan sifat-sifatnya jelas.
3.
Lafadz
ijab dan kabul
Ijab adlah perkataan pejual, misalnya, “Saya jual
barang ini sekian.” Sedangkan kabul adalah ucapan si pembeli, “Saya
terima (saya beli) dengan harga sekian.”
3.
Macam-Macam
Jual Beli
Jual beli berdasarkan
pertukarannya secara umum dibagi empat macam :
1.
Jual
beli saham (pesanan)
Adalah jual beli melalui
pesanan, yakni jual beli dengan cara menyerahkan terlebih dahulu uang muka
kemudian barangnya diantar belakangan.
2.
Jual
beli muqayadhah (barter)
Adalah jual beli dengan
cara menukar barang dengan barang, seperti menukar baju dengan sepatu.
3.
Jual
beli muthlaq
Adalah jual beli barang
dengan sesuatu yang telah disepakati sebagai alat pertukaran, seperti uang.
4.
Jual
beli alat penukar dengan alat penukar
Adalah jual beli barang
yang biasa dipakai sebagai alat penukar dengan alat penukar lainnnya, seperti
uang perak dengan uang emas.
Berdasarkan segi harga, jual beli dibagi pula menjadi
empat bagian :
1.
Jual
beli yang menguntungkan (al-murabbahah)
2.
Jual
beli yang tidak menguntungkan, yaitu menjual dengan harga aslinya (at-tauliyah)
3.
Jual
beli rugi (al-khasarah)
4.
Jual
beli al-musawah, yaitu penjual menyembunyikan harga aslinya, tetapi
kedua orang yang akad saling meridai, jual beli inilah yang berkembang
sekarang.
Beberapa jual beli yang dilarang
Beberapa contoh jual beli yang tidak diizinkan oelh
agama antara lain :
1.
Membeli
barang yang sudah dibeli orang lain yang masih dalam masa khiyar.
2.
Membeli
barang untuk ditahan agar dapat dijual dengan harga yang lebih mahal, sedangkan
masyarakat umum memerlukan barang itu. Hal ini dilarang karena dapat merusak
ketentraman.
3.
Jual
beli induk tanpa anaknya yanng masih kecil. Hal itu dilarang sampai anaknya
besar dan dapat mandiri.
4.
Jual
beli buah-buahan yang belum matang.
4.
Hukum
Jual Beli
1.
Mubah
(boleh), merupakan asal hukum jual beli.
2.
Wajib, misalnya wali menjual harta anak yatim apabila
terpaksa.
3.
Haram,
seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
4.
Sunah, misalnya jual beli kepada sahabat atau famili yang
dikasihi, dan kepada orang yang sangat membutuhkan barang itu.
Riba
Menurut etimologi, riba berarti az-ziyadatu yang
artinya tambahan.
Menurut terminologi, ulama fiqih mendifinisikannya
seperti berikut :
1.
Ulama
Hanabilah : “Pertambahan sesuatu yang dikhususkan.”
2.
Ulama
Hanafiyah : “Tambahan pada harta pengganti dalam pertukaran harta dengan
harta.”
Macam-Macam Riba
Jumhur ulama membagi riba menjadi dua bagian, yaitu riba
fadhl dan riba nasi’ah.
1.
Riba Fadhl
Menurut ulama hanafiyah, riba
fadhl adalah : “Tambahan zat harta pada akad jual-beli yang diukur dan
sejenis.”
Dengan kata lain, riba
fadhl adalah
jual beli yang mengandung unsur riba pada barang sejenis dengan adanya tambahan
pada salah satu benda tersebut.
2.
Riba Nasi’ah
Menurut ulama Hanafiyah, riba
nasi’ah
adalah : “Memberikan kelebihan terhadap pembayaran pembayaran dari yang
ditangguhkan, memberikan kelebihan pada benda dibanding utang pada benda yang
ditakar atau ditimbang yang berbeda jenis atau selain dengan yang ditakar dan
ditimbang yang sama jenisnya.
Maksudnya, menjual barang
dengan sejenisnya, tetapi yang satu lebih banyak, dengan pembayaran diakhirkan,
seperti menjual 1 kg gandum dengan 1,5 kg gandum, yang dibayarkan setelah dua
bulan.
Mudharabah (Qiradh)
Qiradh adalah memberikan modal adri seseorang
kepada orang lain untuk modal usaha, sedangkan keuntungan untuk keduanya
menurut perjanjian antara keduanya sewaktu akad.
Apabila rugi, hal itu ditanggung oleh pemilik
modal. Dengan kata lain, pekerja tidak bertanggung jawab atas kerugiannya.
Kerugian pengusaha hanyalah dari segi kesungguhan dan pekerjaannya yang tidak
akan mendapt imbalan jika rugi.
Rukun Mudharabah:
1. Harta (modal), baik berupa
uang ataupun yang lainnya. Keadaan modal hendaklah diketahui banyaknya.
2. Pekerjaan
3. Keuntungan. Banyaknya
keuntungan untuk pekerja handaklah ditentukan sewaktu akad.
4. Yang punya modal dan yang
bekerja. Keduanya hendaklah orang yang berakal, baligh, dan bukan orang yang
dipaksa.
Syirkah
Menurut
istilah para ulama fikih, syirkah adalah suatu akad kerja sama antara dua orang
atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana (atau amal) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan kerugian
akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Rukun syirkah
diantaranya :
1.
Sighat,
yang mengandung arti izin untuk menjalankan barang perserikatan.
2.
Orang
yang berserikat. Dengan ketentuan berakal, baligh, merdeka, dan tidak dipaksa.
3.
Modal.
Modal bisa berupa uang atau barang yang diketahui jumlahnya
BAB III
ANALISIS
MASALAH
Sekarang
ini sedang marak eksploitasi manusia
untuk dijual atau biasa disebut dengan Human Trafficking, terutama pada
wanita untuk perzinaan, dipekerjakan tanpa upah dan lainnya, ada juga pada bayi
yang baru dilahirkan untuk tujuan adopsi dan tentunya ini semua tak sesuai dengan
syari'ah dan norma-norma yang berlaku. Kemudian bila kita ini tinjau ulang
ternyata manusia-manusia tersebut berstatus merdeka. Hukum dasar muamalah perdagangan
adalah mubah kecuali yang diharamkan dengan nash atau disebabkan gharar
(penipuan). Dalam kasus perdagangan manusia, ada 2 jenis yaitu manusia merdeka
(hur) dan manusia budak (‘abd atau amah). Dalam pembahasan ini akan ada
dalil-dalil tentang hukum perdagangan manusia merdeka yang diambil dari
al-Qur'ân dan Sunnah serta beberapa pandangan ahli Fikih dari berbagai madzhab
tentang masalah ini.
Dalil Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ
وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ
مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
“ Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut
mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari nan baik-baik dan
Kami lebihkan mereka dengan kelebihan nan sempurna atas kebanyakan makhluk yang
telah Kami ciptakan “.
Sudut pandang pengambilan hukum
dari ayat ini adalah bahwa kemuliaan manusia yang Allah SWT berikan kepada
mereka yaitu dengan dikhususkannya beberapa nikmat yang tak diberikan kepada
makhluk yang lain sebagai penghormatan bagi manusia. Kemudian dengan nikmat itu
manusia mendapatkan taklif (tugas) syari'ah seperti yang telah dijelaskan oleh
mufassirin dalam penafsiran ayat tersebut di atas. Maka hal tersebut
berkonsekwensi seseorang manusia tak boleh direndahkan dengan cara disamakan dengan
barang dagangan, semisal hewan atau yang lainnya yang dapat dijualbelikan. Imam
al-Qurthubi berkata mengenai tafsir ayat ini “…. dan juga manusia dimuliakan
disebabkan mereka mencari harta untuk dimiliki secara pribadi tak seperti
hewan,. . . “.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa jual
beli diartikan sebagai pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain). Hukum
jual beli pada dasarnya adalah mubah (boleh). Rukun jual beli
diantaranya ; adanya penjual dan pembeli, uang dan benda yang dibeli, lafadz
ijab dan kabul.
Jual beli berdasarkan pertukarannya secara umum dibagi empat macam
; jual beli saham (pesanan), jual beli muqayadhah (barter), jual beli muthlaq,
dan jual beli alat penukar dengan alat penukar.
Dalam kasus perdagangan manusia, ada 2 jenis yaitu
manusia merdeka (hur) dan manusia budak (‘abd atau amah). Pada dasarnya tidak
ada hukum yang memperbolehkan adanya perdagangan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Rasjid,Sulaiman.2009.Fiqh Islam.Yogyakarta:Sinar
Baru Algensindo.
Syafei,Rahmat.2000.Fiqih Muamalah.Bandung:Pustaka
Setia.
0 komentar:
Posting Komentar