oleh Durrotun Toyyibah
METODOLOGI
STUDI ISLAM
LEBIH JAUH MEMAHAMI AL-QUR’AN
Disusun
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metologi Studi Islam
Mahfudz
Di Susun Oleh :
1.
Iqbal Mahbubi
2.
Alfian Miftah
Hasan
3.
Durrotun Toyyibah
PROGRAM
STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS
SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS
SAINS AL-QURAN JAWA TENGAH
DI
WONOSOBO
2014
BAB 1
Pendahuluan
A.
Latar
belakang masalah
Al-Qur’an adalah
verbum dei (kalãmu-Allãh) yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad
melalui perantaraan Jibril selama kurang lebih dua puluh tiga tahun. Kitab suci ini
memiliki kekuatan luar biasa yang berada di luar kemampuan
apapun: “Seandainya Kami turunkan al-Quran ini kepada sebuah gunung, maka kamu
akan melihatnya tundukterpecah-belah karena gentar kepada Allah” (59:21).
Kandunganpesan Ilahi yang disampaikan Nabi pada permulaan abad ke-7 itutelah
meletakkan basis untuk kehidupan individual dan sosial kaumMuslimin dalam
segala aspeknya. Bahkan, masyarakat Muslim mengawali eksistensinya dan
memperoleh kekuatan hidup dengan merespon dakwah al-Quran. Itulah sebabnya,
al-Quran berada tepat di jantung kepercayaan muslim dan berbagai
pengalaman keagamaannya. Tanpa pemahaman
yang semestinya terhadap al- Qur’an, kehidupan, pemikiran dan kebudayaan kaum
Muslimin tentunya akan sulit dipahami.
Al-Quran memang
tergolong ke dalam kecil kitab suci yang memiliki pengaruh amat luas dan
mendalam terhadap jiwa manusia. Kitab ini telah digunakan kaum Muslimin untuk
mengabsahkan perilaku, menjustifikasi tindakan peperangan, melandasi berbagai
aspirasi, memelihara berbagai harapan, dan memperkukuh identitas kolektif.1 Ia
juga digunakan dalam kebaktian-kebaktian publik dan pribadi kaum Muslimin,
serta dilantunkan dalam berbagai acara resmi dan keluarga.2 Pembacaannya
dipandang sebagai tindak kesalehan dan pelaksanaan ajarannya merupakan
kewajiban setiap Muslim.
Oleh karena
itu mempelajari ilmu Al-Qur’an sangatlah penting untuk setiap manusia agar kita
dapat mengetahui tentang keajaiban dan keagungan Al-Qur’an tersebut. Karena
sejatinya Al-Qur’an adalah sumber segala bidang ilmu pengetahuan di seluruh
alam. Dalam hal ini ulumul Qur’an menjadi panduan kita untuk mengtahui tentang
sejarah-sejarah turunnya Al-Qur’an, objek kajian serta pengertian dari pada
Al-Qur’an.
B.
Rumusan
masalah
1. Apa
pengertian AL Qur’an ?
2. Bagaimana
pendekatan dalam memahami ?
3. Bagaimana
metode penafsiran Al-Qur’an ?
C.
Metode
penelitian
Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode:
1. Library
reseach ( penelitian kepustakaan )
Hal ini
dimaksudkan untuk memperoleh teori yang diajarkan pada buku-buku yang berkaitan
dengan penyusunan makalah serta mencari sumber-sumber data yang ada pada buku
referensi, adapun metode yang dipake adalah:
a. Metode
deduksi
Metode
deduksi adalah metode menarik kesimpulan berdasarkan alasan-alasan
tertentu.Kesimpulan ditarik dari keadaan yang berlaku umum untuk hal-hal yang
khusus.
b.
Metode Induksi
Metode
induksi adalah metode pemikiran yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa
khusus untuk menentukan hukum umum.Kesimpulan ditarik dari satu atau lebih
fakta atau bukti.
BAB
2
A.
PENGERTIAN AL QURAN
Secara
bahasa
Qara’a Mempunyai Arti Mengumpulkan Dan
Menghimpun, Dan Qiraah Berart Menghimpun Huruf-Huruf Dan Kata-Kata Satu Dengan
Yang Lain Dalam Satu Ucapan Yang Tersusun Rapi. Quran Pada Mulanya Seperti
Qiraah, Yaitu Masdar (Infinitif) Dari Kata Qara’a, Qiraatan Quranan. Allah Swt
Berfirman Yang Artinya, “Sesungguhnya Atas Tanggungan Kamilah Mengumpulkannya
(Di Dadamu) Dan (Membuatmu Pandai) Membacanya. Apabila Kami Telah Selesai
Membacakannya, Maka Ikutilah Bacaannya Itu.” (Al-Qiyaamah: 17–18).
Kata Qur’anah (Bacaannya) Pada Ayat Di Atas Berarti
Qiraatuhu (Bacaannya/Cara Membacanya). Jadi, Kata Itu Adalah Masdar Menurut
Wazan (Konjugasi) Fu’lan Dengan Vokal U Seperti Ghufran Dan Syukran. Kita Dapat
Mengatakan Qara’tuhu, Quran, Qiraatan WaQuranan, Artinya Sama Saja. Di Sini
Maqru’ (Apa Yang Dibaca) Diberi Nama Quran (Bacaan), Yakni Penamaan Maf’ul
Dengan Masdar.
Sebagian Ulama Menyebutkan Bahwa Penamaan Kitab
Ini Dengan Nama Alquran Di Antara Kitab-Kitab Allah Itu Karena Kitab Ini
Mencakup Inti Dari Kitab-Kitab-Nya, Bahkan Mencakup Inti Dari Semua Ilmu. Hal
Itu Diisyaratkan Dalam Firman-Nya Yang Artinya, “Dan, Kami Turunkan Kepadamu
Al-Kitab (Quran) Sebagai Penjelasan Bagi Segala Sesuatu.” (An-Nahl: 89).
“Tiada Kami Alpakan Sesuatu Pun Di Dalam
Al-Kitab Ini (Quran).” (Al-An’am: 38).
Secara Istilah
Para Ulama Menyebutkan Definisi Alquran Yang
Mendekati Maknanya Dengan Membedakan Dari Yang Lain Dengan Menyebutkan Bahwa
Alquran Adalah Kalam Atau Firman Allah Yang Diturunkan Kepada Muhammad Saw.
Yang Pembacaannya Merupakan Ibadah. Dalam Definisi Kalam Merupakan Kelompok
Jenis Yang Meliputi Segala Kalam. Dan, Dengan Menggabungkannya Kepada Allah
(Kalamullah) Berarti Tidak Termasuk Semua Kalam Manusia, Jin, Dan Malaikat.Dan,
Dengan Kata-Kata Yang Diturunkan, Maka Tidak Termasuk Kalam Allah Yang Sudah
Khusus Bagi Milik-Nya.
“Katakanlah, ‘Sekiranya
Lautan Menjadi Tinta Untuk Menuliskan Firman Rabku, Akan Habislah Lautan
Sebelum Firman Rabku Habis Ditulis, Sekalipun Kami Berikan Tambahannya Sebanyak
Itu Pula.” (Al-Kahfi: 109).
Dan, Membatasi Apa Yang Diturunkan Itu Hanya
Kepada Muhammad Saw, Tidak Termasuk Apa Yang Diturunkan Kepada Nabi-Nabi
Sebelumnya, Seperti Taurat, Injil, Dll.
Adapun Yang Pembacaannya Merupakan Suatu Ibadah
Mengecualikan Hadis-Hadis Ahad Dan Hadis-Hadis Qudsi–Bila Kita Berpendapat
Bahwa Yang Diturunkan Allah Itu Kata-Katanya–Sebab Kata-Kata Pembacaannya
Sebagai Ibadah, Artinya Perintah Untuk Membacanya Di Dalam Salat Dan Lainnya
Sebagai Suatu Ibadah, Sedangkan Qiraat Ahad Dan Hadis-Hadis Qudsi Tidak
Demikian Halnya.
B.
PENDEKATAN DALAM MEMAHAMI
AL QUR’AN
1.Memahami Al-Qur’an
dengan Al-Qur’an, Hal ini karna ayat-ayat al-quran antara satu dengan lainnya
saling membenarkan dan menafsirkan, sehingga tidak kita temukan kontradiksi di
dalamnya. Allah swt berfirman:
“maka tidaklah mereka
menghayati (mendalami) al-qur’an? Sekiranya al-qur’an itu bukan dari Allah swt
,pasti mereka menemukan banyaj hak yang bertentangan di dalamnya” (an-nisa-82)
Ada banyak contoh memahami
ayat dengan ayat al qur’an,misalnya ayat 7 dari surat al fatihah (jalan orang
yang telah engkau anugrahkan nikmat kepada mereka.......)dengan surat an nisa’
69
“dan barang siapa menaati
Allah dan rosulnya (muhammad),maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang
yang diberi nikmat oleh Allah,(yaitu) para nabi,para pecinta kebenaran,orang
yang mati sahid,dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman sebaik-baiknya”
2.memahami Al Qur’an
dengan hadits,hal ini karena rosulullah memang bertugas untuk menjelaskan yang di
turunkan padanya.diantara contoh tafsir dari hadits rosulullah.adalah
sebagaimana yang di riwayatkan oleh Ibnu Mas’ud yang artinya: ketika turun ayat
ini “orang-orang yang beriman tidak mencampur adukkan iman mereka dengan
sirik”(Al An’am 82). ketika ditanya para shabat tentang ayat tersebut,
rosulullah menjawab “kedzaliman disini bukan seperti yang kamu pahami. Tidaklah
kamu mendengar apa yang dikatakan hamba yang soleh(Luqman) sesungguhnya
mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar .kedzaliman
disini adalah sirik.(HR. Ahmad,Bukhori dan Muslim).
3. memahami Al Qur’an
dengan asbabun nuzul(sebab diturunkanya). Dengan memahami asbabun nuzul kita
menjadi tahu latar belakang diturunkanya suatu ayat atau surat dengan itu pula
kita menjadi tahu makna dan kandungan suatu ayat dan surat serta terhindar dari
pemahaman yang keliru dari kandungan yang sesungguhnya dari suatu surat atau
ayat.
4.memahami Al Qur’an
dengan qaul (pendapat) sahabat. Para sahabat merupakan generasi yang merasakan suasana turunya Al
Qur’an,apalagi mereka memiliki kesepian rohani yang kuat untuk bisa menerima
pesan-pesan yang terkandung didalamnya. Bahkan bisa jadi turunnya Al Qur’an
adalah karena sikap mereka,ucapan dan tindakan mereka.diantara contoh tentang
ayat yang di tafsirkan sahabat adalah firman Allah
“kemudian pasti Aku akan
mendatangi mereka dari depan,dari belakang,dari kanan,dari kiri mereka dan
engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.
Ibnu Abbas menafsirkan
ayat terserbut seperti yang diikitu oleh Ibnu katsir bahwa yang dimaksud syetan
menggoda dari depan adalah agar manusia tidak percaya akan kehidupan
akhirat,dari belakang agar manusia terlalu cinta pada dunia,dari kanan agar
manusia maengabaikan syariat,dan dari kiri agar manusia lebih cendenrung pada
dosa dan kemaksiatan.
5.memahami Al Qur’an
dengan makna kata.Al Qur’an merupakan kitab suci yang berasal dari bahasa Arab
kita perlu menggunakan pendekatan dari makna kosa kata yang terdapat dari Al
Qur’an itu, hal ini karena meskipun maksud Al Qur’an tidak persis dengan arti
harfiah pada suatu istilah,tetapi paling tidak kita akan memahami kemana arah
atau makna dari suatu ayat.senagaimana contoh, didalam kata amar makruf nahi
mungkar secara harfiah makruf itu artinya dikenal yakni suatu yang sudah di
kenal oleh manusia,tetapi belum tentu manusia itu melaksanakan kebaikan,
makanya mereka harus diperintah untuk melaksankan kebaikan itu. Adapun mungkar,
suatu yang di ingkari, keburukan, kemaksiatan dan kebatilan disebut mungkar
karena pada dasarnya manusia tidak suka pada kemungkaran itu,namun hawa nafsu
yang membuat manusia melakukan kemungkaran itu,makanya mereka harus dicegah
dari melakukanya.
6.memahami Al Qur’an
dengan tafsir para ulama’ yanh membantu kita dalam memahami al Qur’an dengan
kitab yang mereka tulis.
3. Metode/Corak
Penafsiran Al-Qur’an
A.Pengertian
Metode Tafsir
Kata “metode” berasal dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara atau jalan.[1]
Dalam bahasa Inggris, kata itu ditulis method
dan bangsa Arab menerjemahkannya dengan thariqat
dan manhaj. Dalam bahasa Indonesia,
kata tersebut mengandung arti: “cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk
mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya).
Pengertian metode secara umum adalah salah satu sarana
yang amat penting untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan studi
tafsir Al-Qur’an tidak lepas dari metode. Yakni suatu cara yang teratur dan
terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang
dimaksud Allah di dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw. Definisi itu memberikan gambaran kepada kita bahwa metode tafsir
Al-Qur’an tersebut berisi seperangkat kaidah dan aturan yang harus diindahkan
ketika menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.
B. Perkembangan Metode Tafsir
Jika ditelusuri perkembangan tafsir Al-Qur’an sejak dulu
sampai sekarang, akan ditemukan bahwa dalam garis besarnya penafsiran Al-Qur’an
itu dilakukan melalui empat cara (metode) yaitu: ijmali(global), tahlili(analitis), muqarin(perbandingan), maudhu’i(tematik).
Lahirnya metode-metode tafsir tampak karena disebabkan
oleh tuntutan perkembangan masyarakat yang selalu dinamis. Seperti ketika zaman
Rasulullah dan para sahabat, mereka adalah ahli bahasa Arab dan mengetahui
secara baik latar belakang turun ayat (asbabun
nuzul), serta mengalami secara langsung situasi dan kondisi umat ketika
ayat-ayat Al-Qur’an turun. Karena kebutuhan mereka telah terenuhi
olehpenafsiran yang singkat (global) serupa itu maka mereka tidak memerlukan
lagi penjelasan yang rinci dan mendalam. Itulah yang membuat lahir dan
berkembangnya tasir dengan metode global dalam penafsiran Al-Qur’an pada
abad-abad pertama.
Pada periode berikutnya, umat islam semakin majemuk
dengan berbondong-bondongnya bangsa non-Arab masuk islam, terutama setelah tersebarnya
Islam ke daerah-daerah yang jauh di luar tanah Arab. Kondisi seperti ini
merupakan salah satu pendorong lahirnya tafsir dengan metode analitis (tahlili). Metode penafsiran ini terasa
lebih cocok dikala itu karena dapat memberikan pengertian dan penjelasan yang
rinci terhadap pemahaman ayat-ayat Al-Qur’an. Metode penafsiran ini berkembang
dengan sangat pesat dalam dua bentuk penafsiran yaitu: al-ma’tsur dan al-ra’y
dengan corak yang dihasilkannya, seperti hukum fiqh, dalil syar’i, tasawuf,
falsafi, ilmi, adabi ijtima’i, dan lain-lain.
Dengan
dikarangnya kitab-kitab tafsir dalam dua bentuk penasiran tersebut dengan
berbagai coraknya, umat ingin mendapatkan informasi lebih jauh berkenaan dengan
kondisi dan kecenderungan serta keahlian para pakar tafsir. Selain itu, umat
juga ingin mengetahui pemahaman ayat-ayat Al-Qur’an yang kelihatannya mirip,
padahal ia membawa pengertian yang berbeda. Hal ini yang mendorong para ulama
untuk melakukan perbandingan, kemudian lahirlah tafsir dengan metode
perbandingan (muqarin).
Permasalahan
kehidupan di abad modern berbeda jauh dari apa yang dialami oleh generasi
terdahulu. Realitas kehidupan menjadi terasa seakan-akan tak punya waktu luang
untuk membaca kitab-kitab tafsir yang besar-besar. Padahal untuk mendapatkan
petunjuk Al-Qur’an umat dituntut membaca kitab-kitab tafsir tersebut. Untuk
menanggulangi masalah ini, ulama tafsir pada abad modern menawarkan tafsir
Al-Qur’an dengan metode tematik (maudhu’i).
v Metode Global
(Ijmali)
A. Pengertian
metode Ijmali
Metode
Ijmali (Global) ialah menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an secara ringkas tapi
mencakup, dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti, dan enak dibaca.
Sistematika penulisannya menuruti sususnan ayat-ayat di dalam mushaf.
Penyajiannya yang tidak terlalu jauh dari gaya bahasa Al-Qur’an sehingga
pendengar dan pembacanya seakan-akan masih tetap mendengar Al-Qur’an padahal
yang didengarnya adalah tafsirannya. Kitab tafsir Al-Qur’an al-Karim karangan
Muhammad Farid Wajdi, Al-Tafsir Al-Qur’an al Wasith terbitan Majma’ al Buhuts
karangan Muhammad Utsmanal-Marghani, masuk ke dalam kelompok metode Ijmali[2].
B. Ciri-ciri
metode Ijmali
1.
Mufasirnya
langsung menafsirkan Al-Qur’an dari awal sampai akhir tanpa perbandingan dan
penetapan judul.
2.
Metode Global
tidak ada ruangan baginya untuk mengemukakan pendapat serupa.
3.
Metode Global
tidak terletak pada jumlah ayat yang ditafsirkan,apakah keseluruhan mushaf atau
hanya sebagian saja.
4.
Yang menjadi
tolok ukurialah pola atau sistematika pembahasan.
5.
Hanya
menafsirkan suatu ayat secara ringkas dan singkat, tanpa uraian yang detail,
tanpa perbandingan dan tidak pula mengikuti suatu tema tertentu.
C. Kelebihan
dan Kekurangan Metode Ijmali
a.
Kelebihan Metode
Ijmali
1.
Praktis dan
mudah dipahami
2.
Bebas dari
penafsiran israiliat
3.
Akrab dengan
bahasa Al-Qur’an
b.
Kekurangan
Metode Ijmali
1.
Menjadikan
petunjuk Al-Qur’an bersifat parsial
2.
Tidak ada
ruangan untuk mengemukakan analisis yang memadai
v Metode Analitis
(Tahlili)
A. Pengertian
Metode Tahlili
Metode Tahlili adalah
menafsirkan al-Qur’an dengan penyampaian secara lengkap dari aspek pembahasan
lafadznya, yang meliputi pembahasan kosa kata, arti yang dikehendaki, dan
sasaran yang dituju dari kandungan ayat, yaitu unsur Ijaz, balaghah,dan keindahan kalimat. Dengan demikian sebab nuzul
ayat, hadits-hadits nabi, pendapat para sahabat dan tabi’in sangat dibutuhkan[3].
Dalam metode Tahlili,
penafsir mengurai makna yang dikandung dalam Al-Quran ayat demi ayat, surat
demi surat sesuai dengan urutan yang telah baku di dalam mushaf. Bentuk dan
corak yang melekat pada metode ini sesuai dengan kapasitas keilmuan, keahlian,
serta kecenderungan penafsir.
Dari segi bentuknya,
metode Tahlili dibagi dalam dua pembadian:
a. Tafsir
bil Ma’tsur
Yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan
al-Qur’an, al-Qur’an dengan sunah, al-Qur’an dengan pendapat sahabat Nabi SAW,
dan al-Qur’an dengan perkataan Tabi’in (al-Qatthan).menurut Subhi as-Shalih
bentuk tafsir semacam ini sangt rentan terhadap masuknya pendapat-pendapat di
luar Islam, seperti kaum zindik Yahudi dan Parsi, dan masuknya hadits-hadits
yang tidak shahih.
b. Tafsir
bir Ra’yi
Yaitu penafsiran al-Qur’an dengan
ijtihad, teru tama setelah seorang mufasir itu betul-betul mengetahui perihal
bahasa Arab, asbab an-nuzul, nasikh
dan mansukh dan hal-hal lain yang lazim diperlukan oleh seorang mufasir. Tafsir
bir ra’yi dapat diterima apabila[4]:
1. Menjauhi
sikap yang terlalu berani menduga-duga kehendak Allah di dalam kalamnya tanpa
mamiliki persyaratan sebagai mufasir.
2. Memaksakan
diri memahami sesuatu yang hanya wewenang Allah SWT.
3. Menghindari
dorongan dan kepentingan hawa nafsu.
4. Menghindari
tafsir yang ditulis untuk kepentingan mazhab semata
5. Menghindari
penafsiran pasti (qath’i) dimana seorang mufasir tanpa alasan mengklaim
bhwaitulah yang dimaksudkan oleh Allah.
Dari
isi coraknya tafsir Tahlili dapat dibagi paling sedikit menjadi lima, yaitu:
a.
Tafsir Sufi
Menurut
Quraish shihab, tafsir corak ini muncul sebagai akibat timbulnya
gerekan-gerakan sufisebagai reaksi dari kecenderungan berbagai pihak terhadap
materi, atau sebagai kompetensi terhadapkelemahan yang dirasakan. Corak ini
terbagi menjadi dua:
1. Penafsir
sufi yang mencoba meneliti dan mengkaji ayat al-Qur’an dengan menggunakan
teori-teori madzhabnya dan sesuai dengan ajaran-ajaran mereka. Mereka berusaha
maksimal menemukan teori dan ajaran di dalam al-Qur’an yang dianggap sesuai
dengan teori dan ajaran mereka. Sehingga seringkali mereka menta’wilkan
ayat-ayat al-Qur’an yang tidak mengikuti cara-cara untuk mena’wilkan ayat
al-Qur’an dan menjelaskannya dengan penjelasan yang menyimpang arti pengertian
tekstual yang telah dikenal dengan dalil syar’inserta tidak didukungoleh kajian
kebahasaan. Sufi/tasawuf ini biasa dikenal dengan tasawuf teoritis ataunadhari.
2. Penafsiran
sufi yang menafsirkan atau mena’wilkan ayat-ayat al-Qur’an berbeda dengan arti
dzahirnya, berdasarkan isyarat-isyarat tersembunyi yang hanyatampak jelas oleh
pemimpin suluk, namun masih tetap bisa dikompromikan dengan arti dzahir yang
dimaksud. Tafsir ini sering disebut deangan tafsir isyari.
b.
Tafsir Fiqhi
Tafsir
corak ini munculnya bersamaan dengan lahirnya tafsir bin ma’tsur dan sama-sama
dinukil dari Nabi SAW tanpa adanya perbedaan di antara keduanya. Tafsir ini
muncul di antaranya sebagai dampak dari berkembangnya ilmu fiqih dan
terbentuknya madzhab fiqih, dimana setiap golongan berusaha untuk membuktikan
kebenaran pendapatnya berdasarkan penafsiran mereka terhadap ayat-ayat hukum.
c.
Tafsir Falsafi
Tafsir
ini muncul akibat penerjemahan kitab filsafat yang mempengaruhi sementara pihak,
akibat masuknya penganut agama-agama lain ke dalam ajaran Islam dengan sadar
atau tidak mereka mempercai beberapa hal dari kepercayaan lama mereka.
d.
Tafsir ‘Ilmi
Sebagaimana
diketahui di dalam al-Qur’an banyak ditemukan ayat-ayat yang mendorong pembaca
untuk memperhatikan alam, maka sebagian ahli tafsir mencoba menafsirkan
ayat-ayat kauniyah tersebut berdasarkan kaedah-kaedah kebahasaan dengan
keunikannya yang dikaitkan dengan bidang ilmu dn hasil kajian mereka terhadap
gejala atau fenomena alam. Penafsiran corak ini masih terbatas pada ayat-ayat
tertentu dan bersifat parsial, terpisah dengan ayat-ayat lain yang berbicara
pada masalah yang sama.
e.
Tafsir Adab
al-ijtima’i
Yaitu
suatu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat al-Qur’an yang berkaitan
langsung dengan kehidupan kemasyakatan, serta usaha-usaha untuk menanggulangi
penyakit-penyakit atau masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk al-Qur’an
dengan mengemukakannya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan indah
didengar.
B. Ciri-ciri
metode Tahlili
1. Pola
penafsiran yang diterapkan oleh para pengarang kitab-kitab tafsiryang
dinukilkan terlihat dengan jelas.
2. Berusaha
menjelaskan makna yang terkandung di dalam ayat-ayat al-Qur’an secara
komprehensif dan menyeluruh, baik yang berbentuk al-ma’tsur maupun al-ra’y.
3. Al-Qur’an
ditefsirkan ayat demi ayat dan surah demi surah secara berurutan, serta
menerangkanasbab an-nuzuldari
ayat-ayat yang ditafsirkan.
C. Kelebihan
dan kekurangan Metode Analisis
a. Kelebihan
Metode Analisis
1. Ruang
lingkup yang luas
2. Memuat
berbagai ide
b. Kekurangan
Metode Analisis
1. Menjadikan
petunjuk al-Qur’an parsial
2. Melahirkan
penafsiran subjektif
3. Masuk
pemikiran israiliat[5]
v Metode
Komparatif (Muqarin)
A. Pengertian
Metode Komparatif
Dari literatur yang
ada, dapat dirangkum bahwa yang dimaksud dengan metode Komparatif ialah:
1. Membandingkan
teks (nash) ayat-ayat al-Qur’an yang
memiliki persamaanatau kemiripan redaksi dalam duankasus atau lebih, dan atau
memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama.
2. Membandingkan
ayat al-Qur’an dengan hadist yang pada lahirnya terlihat bertentangan
3. Membandingkan
berbagai pendapat ulama tafsir dalam mentafsirkan al-Qur’an[6]
Metode ini mempunyai
cakupan yang teramat luas, tidak hanya membandingkan ayat dengan ayat,
melainkan memperbandingkan ayat dengan hadis serta membandingkan pendapat para
mufasir dalam menafsirkan suatu ayat.
B. Ciri-ciri
Metode Komparatif
1. Perbandingan
ayat dengan ayat
2. Perbandingan
ayat dengan hadis
3. Perbandingan
pendapat para ulama tafsir dalam menafsirkan al-Qur’an
4. Memusatkan
perhatian pada sejumlah ayat tertentu, lalu melacak berbagai pendapatpara
mufasir tentang ayat tersebut, baik yang klasik (salaf), maupun yang ditulis oleh ulama khalaf.
5. Membandingkan
pendapat-pendapat yang mereka kemukakan itu untuk mengetahui kecenderungan-kecenderungan
mereka, aliran-aliran yang mempengaruhi mereka, keahlian yang mereka kuasai,
dan lain sebagainya.
C. Ruang
Lingkup Metode Komparatif
1. Perbandingan
ayat dengan ayat
a. Redaksi
yang berlebih dan berkurang
b. Perbedaan
ungkapan
2. Perbedaan
ayat dengan hadis
3. Perbandingan
ayat dengan mufasir
D. Kelebihan
dan Kekurangan Metode Komparatif
a. Kelebihan
Metode Komparatif
1. Memberikan
wawasan relatif lebih luas
2. Membuka
diri untuk selalu bersikap toleran
3. Dapat
mengetahui berbagai penafsiran
4. Membuat
mufasir lebih berhati-hati
b. Kekurangan
Metode Komparatif
1. Kurang
cocok untuk pemula
2. Kurang
pas untuk memecahkan masalah kontemporer
3. Menimbulkan
kesan pengulangan pendapat para mufasir
v Metode Tematik
(Maudhu’i)
A. Pengertian
Metode Tematik
Metode Tematik ialah
membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah
ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dihimpun, kemudian dikaji secara mendalam
dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya, seperti asbab al-nuzul,
kosa kata, dan sebagainya. Semua dijelaskan dengan rinci dan tuntas, serta
didukung oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggung jawabkan
secara ilmiah, baik argumen itu berasal dari al-Qur’an, hadis, maupun pemikiran
rasional.[7]
B. Ciri-ciri
Metode Tematik
1. Menonjolkan,
judul atau topik pembahasan, seningga tidak salah jika dikatakan metode ini
juga disebut motode topikal.
2. Menggunakan
kaidah-kaidah yang berlaku secara umum di dalam ilmu tafsir.
3. Semua
yang berkaitan dengan permasalahan yang dicakup di dalam tema yang dipilih
harus dibahas secara tuntas dan menyeluruh agar diperoleh solusi dari
permasalahan yang timbul.
4. Metode
ini juga disebut metode pemecah masalah, khusus dalam bidang tafsir.
Dalam penerapan metode
ini, ada beberapa langkah yang harus ditempuh oleh mufasir. Antara lain sebagaimana
diungkapkan oleh al-Farmawi:
1. Menghimpun
ayat-ayat yang berkenaan dengan judul tersebut sesuai dengan kronologi urutan
turunnya.
2. Menelusuri
urutan turun (asbab al-nuzul)
ayat-ayat yang telah dihimpun.
3. Meneliti
dengan cermat semua kata atau kalimat yang dipakai dalam ayat tersebut,
terutama kosa kata yang menjadi pokok permasalahan di dalam ayat itu.
4. Mengkaji
pemahaman ayat-ayat itu dari pemahaman berbagai aliran dan pendapat para
mufasir, baik yang klasik maupun kontemporer.
5. Mufasir
selalu berusaha menghindarkan diri dari pemikiran yang subjektif.
C. Kelebihan
dan Kekurangan Metode Tematik
a. Kelebihan
Metode Tematik
1. Menjawab
tantangan zaman
2. Praktis
dan sistematis
3. Dinamis
4. Membuat
pemahaman menjadi utuh
b. Kekurangan
Metode Tematik
1. Memenggal
ayat al-Qur’an
2. Membatasi
pemahaman ayat
BAB 3
PENUTUP
Permasalahan
kehidupan di abad modern berbeda jauh dari apa yang dialami oleh generasi
terdahulu. Realitas kehidupan menjadi terasa seakan-akan tak punya waktu luang
untuk membaca kitab-kitab tafsir yang besar-besar. Padahal untuk mendapatkan
petunjuk Al-Qur’an umat dituntut membaca kitab-kitab tafsir tersebut oleh sebab kita sebagai umat islam seminimalnya pernah
membaca kitab/terjemahan yang sudah dibukukan ataupun mendengarkan penjelasan
dari orang yang sudah mampu (ustad,
guru, kyai dll) karna begitu penting memahami al-qur’an dengan kebenaran yang
utuh, sebagai jamin menjalini kehidupan dengan mendapatkan ridho allah swt,
Namun di sayang realitas yang ada sekarang umat islam telah terdorong kedalam
gaya hidup yang telah dirancang orang-orang kafir untuk menghancurkan umat
islam yaitu dengan pola hidup yang bermalas-malasan, cinta berlebih kepada
dunia, minum-minum keras, seks bebas dll yang pada akhirnya membuat umat islam
sendiri tertinggal jauh kemajuan ilmu pengetahuannya.
[1]
Fuad Hassan dan Koentjaraningrat, “Beberapa Asas Metodologi Ilmiah”, di dalam Metode-Metode Penelitian Masyarakat, red.
Koentjaraningrat (ed.), Jakarta: Gramedia, 1977, h.16.
[2]
Nashrudin Baidan, Metodologi penafsiran
Al-Qur’an, Cet. ke-4, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2012, hal. 13
[3]Nur
kholis, M.Ag, Pengantar Studi Al-Qur’an
dan Al-Hadits, Cet. Ke-1, Yogyakarta, Teras, 2008, Hal. 143-144.
[4]Ibid. Hal.145
[5]
M. Quraish Shihab, Metode Penyusunan
Tafsir yang Berorientasi pada Sastra, Budaya dan Kemasyarakatan, Ujung
Pandang, IAIN Alauddin 1984, h.64.
[6]M.
Quraish Shihab, “Tafsir al-Qur’an dengan Maudhu’iy”, di dalam Beberapa Aspek Ilmiah tentang Al-Qur’an,
1986, cet. Ke-1, h.38.
[7]
Al-farmawi, al-Bidayah fi al-Tafsir
al-Maudhu’i,Mathba’at al-Hadharat
al-Arabiyyah, 1977, cet ke-2, h.45-46.